Pendidikan adalah
pilar penting kemajuan suatu bangsa. Para pendiri bangsa kita juga telah
mengamanatkan pengelolaan pendidikan nasional yang dituangkan dalam UUD 45.
Dalam perjalanan bangsa Indonesia, setelah sekian lama maju mundur, saat ini
Indonesia berada pada peringkat 108 dalam ‘Education of Human Development
Index’ dari total 169 negara. Ini bukan fakta yang membanggakan, di tengah
kenyataan begitu banyaknya problematika melilit pendidikan nasional.
Mutlak, seluruh elemen bangsa harus bergerak
menuntaskan masalah-masalah tersebut secara komprehensif. Harus ada gotong
royong tingkat nasional yang diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan
pendidikan nasional. Dan sebagai targetnya, sistem pendidikan nasional harus
mampu menciptakan tenaga kerja yang berdaya saing tinggi, yang mampu mengangkat
harkat dan martabat bangsa di dunia internasional.
Pemerintah sebenarnya telah mencoba memetakan
problematika tersebut, sampai dengan mengembangkan cetak biru solusinya. Namun
masih banyak yang belum tersentuh upaya pemerintah tersebut. Di beberapa daerah
di Jawa, telah teridentifikasi bahwa masih banyak kasus drop out/putus sekolah
di semua jenjang pendidikan. Dalam tataran yang lebih tinggi, ada masalah besar
dalam pemerataan pendidikan dan perluasan akses pendidikan. Kualitas sistem
pendidikan nasionalpun masih dipertanyakan keampuhannya. Pertanyaannya, lalu
apa yang terjadi di daerah terpencil di luar Jawa?
Kembali pada konsep gotong royong nasional
tadi. Gerakan beberapa komunitas peduli pendidikan nasional, seperti ‘Tunas
Indonesia’ (TI), harus dimaknai secara futuristic komprehensif akan menciptakan
gotong royong dalam konteks kemanfaatan masif. Dalam kacamata teknis, apa yang
dilakukan komunitas TI bukan sesuatu yang baru. Sudah banyak komunitas lain
yang sudah melakukan hal yang sama. Perbedaannya lebih pada siapa donaturnya,
dimana donator berdomisili, dan bagaimana cara mendistribusikan donasi kepada
anak asuh, serta bagaimana membuat semuanya berjalan secara sustain. Lebih
strategis lagi, bagaimana mengembangkan system empowerement/pemberdayaan anak
asuh, tidak sekedar sebatas pada pemberian donasi untuk SPP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar